Hilangnya Adab dan Urgensi Ta`dib
- Farid Ferdiansyah
- Feb 21, 2017
- 6 min read
Peradaban manusia kini semakin terjerumus dalam krisis multi-dimensi yang sangat rumit dan kompleks. Perkembangan zaman dengan majunya teknologi mungkin memang telah berhasil memajukan kehidupan manusia dibeberapa hal, terutama hal yang terkait fisik. Namun, di balik itu sesungguhnya justru bermunculan beragam permasalahan kehidupan yang sulit dihadapi dan diselesaikan oleh umat manusia. Permasalahan-permasalahan yang dimaksud dibuktikan misalnya adalah perubahan cuaca yang ekstrim, gejolak krisis ekonomi dan moneter, perang dan kabar-kabar tentang perang, bencana kelaparan, kerusakan alam sampai terjadinya hilangnya adab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semua hal yang dipaparkan ini hanya sebagian kecil contoh-contoh dari permasalahan yang ada yang sesungguhnya masih sangat banyak lagi apabila harus dipaparkan semuanya
Kemajuan yang berorientasikan kepada kemajuan fisik ini terbukti bukanlah sebuah jaminan bagi manusia untuk meraih kebahagiaan hidup. Telah banyak contoh nyata yang membuktikan bahwa justru ditengah-tengah kemajuan fisik ini, terlahir manusia-manusia yang tidak beradab dan mengingkari hakikat kemanusiaan yang sejatinya harus muncul dalam diri seorang insan.
Lingkaran Ganas Kemunduran Umat Islam
Ironi ini pada hakikatnya bisa terjadi dikarenakan berakar kepada dua hal yakni permasalahan yang datang dari luar Islam atau disebut dengan penyebab eksternal dan permasalahan yang datang dari dalam Islam itu sendiri atau disebut dengan penyebab internal. Penyebab eksternal disebabkan oleh dikarenakan oleh tantangan dalam bidang ideologi, politik ekonomi, sosial, budaya dan bahkan agama dari luar Islam, yang notabene sangat banyak di dominasi atau bersumber dari Barat sebagai “pemenang” peradaban modern saat ini. Sedangkan permasalahan yang muncul dari dalam Islam itu sendiri, antara lain penyebab utamanya adalah karena tidak adanya akhlak dan moral dalam kehidupan manusia saat ini.
Pada esensinya, kedua pandangan ini tentu dapat dibenarkan, sebab dapat kita analisis dan pahami adanya keterkaitan dan hubungan antar setiap permasalahan, baik disebabkan oleh penyebab eksternal maupun internal yang saling mempengaruhi. Namun sesungguhnya umat Islam perlu mendapatkan rumusan yang lebih strategis dan efektif, untuk menemukan sebab dan cara penanganan dalam membebaskan umat Islam dari masa tersebut. Bukan hanya bergerak memberikan respon terhadap hal-hal yang berimplikasi terhadap fenomena-fenomena negatif yang mungkin telah muncul secara nyata, namun dibutuhkan penyelesaian yang lebih fundamental untuk memangkas akar-akar penyebab yang menumbuhkan fenomena-fenomena negatif tersebut. Sehingga jujur dapat dikatakan bahwa penyelesaian komprehensif terhadap permasalahan ini, sesungguhnya haruslah dapat dimulai dilakukan dengan pembenahan dalam internal umat Islam itu sendiri. Penyadaran kepada setiap seorang Muslim bahwa ada pekerjaan rumah yang sangat banyak yang harus dibenahi, dapat menjadi awalan dari pekerjaan-pekerjaan berikutnya yang juga penting. Umat Islam sangat perlu untuk dapat mengetahuinya sebagai sebuah cerminan keadaan yang nyata terjadi saat ini, dan selanjutnya harus bekerja keras untuk berusaha mengatasinya.
Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Syed Muhammad Naquib Al-Attas, seorang intelektual dunia Islam. Al-Attas pada kesimpulannya menyatakan bahwa terjadinya kemunduran umat Islam saat ini disebabkan oleh tiga faktor yang saling terkait satu dengan lainnya. Faktor-faktor ini pada gilirannya seperti terbentuk seperti sebuah siklus saling keterkaitan yang oleh beliau diistilahkan dengan “lingkaran ganas” (vicious cyrcle). Secara singkat dengan urutan yang tepat, dilema ini disebabkan oleh[i]:
Kekeliruan dan kesalahan dalam ilmu yang menyebabkan keadaan :
Kehilangan adab di kalangan umat. Keadaan yang timbul dari (1) dan (2) adalah :
Kemunculan pemimpin-pemimpin yang tidak layak untuk kepemimpinan yang sah bagi umat Islam, yang tidak memiliki taraf moral, intelektual dan spiritual yang tinggi yang disyaratkan untuk kepemimpinan Islam, yang melestarikan keadaan (1) di atas dan menjamin penguasaan urusan Umat yang berkelanjutan oleh pemimpin-pemimpin seperti mereka yang meguasai semua bidang.
Lingkaran ganas ini bisa terjadi antara lain oleh karena adanya kekeliruan dan kesalahan dalam memahami ilmu Islam dan pandangan-alam (worldview) Islam, kehilangan adab di tengah umat dan kemunculan para pemimpin palsu yang tidak memiliki tingkat moral, intelektual dan spiritual yang baik sebagai syarat mutlak untuk menjadi pemimpin umat dalam bidang-bidang kehidupan dalam segala bidang.
Fenomena Hilangnya Adab
Namun dari semua itu, menurut Al-Attas hilangnya adab-lah (lost of adab) yang paling utama. Dalam pandangan beliau perihal hilangnya adab ini dinyatakan antara lain sebagai berikut ini :
“Masalah dasar dapat disimpulkan pada suatu krisis yang jelas yang saya sebut sebagai kehilangan adab (the loss of adab). Di sini saya merujuk pada hilangnya disiplin-disiplin raga, disiplin pikiran dan disiplin jiwa; disiplin menuntut menuntut pengenalan dan pengakuan atas tempat yang tepat bagi seseorang dalam hubungannya dengan diri, masyarakat dan umatnya; pengenalan dan pengakuan atas tempat seseorang yang semestinya dalam hubungannya dengan kemampuan dan kekuatan jasmani, intelektual dan spiritual seseorang itu; pengenalan dan pengakuan atas hakikat bahwa ilmu dan wujud itu tersusun secara hirarki”.[ii]
Oleh karena itu, yang harus ditinjau dan dikoreksi secara efektif jika umat Islam ingin menyelesaikan permasalahan kebingungan dan kekeliruan dalam bidang keilmuan, dan menanggulangi munculnya kepemimpinan palsu dalam segala bidang adalah penanganan masalah hilangnya adab tersebut. Ini merupakan konsekuensi logis, sebab untuk memperbaiki ilmu, memerlukan adab, dan lahirnya pemimpin yang baik, melalui penanaman adab[iii].
Adab adalah wujud dari suatu tindakan yang benar (right action). Kemudian seseorang dapat melakukan suatu tindakan yang benar pada hakikatnya harus dilandasi terlebih dahulu oleh suatu keputusan yang benar (right decision) yang merupakan wujud adanya hikmah. Sedangkan sesungguhnya tidaklah dapat seseorang itu dapat mengambil keputusan yang benar jika tidak dilandasi dengan pengetahuan yang benar (right knowledge) pula, dengan kata lain seseorang tersebut wajib atau telah terbekali oleh ilmu. Oleh karena itu sangat jelaslah bahwa adab dan ilmu itu mempunyai keterikatan dan keterkaitan yang sangat nyata. Demikian nyatanya sehingga dapat dinyatakan bahwa dengan berilmu itulah jalan seseorang tersebut dapat memiliki adab.
Urgensi Ta’dib
Setelah kita memahami bahwa faktor adab adalah sangat penting, maka selanjutnya yang perlu dilakukan dalam kehidupan setiap Muslim adalah bagaimana perwujudannya sehingga dapat terlaksana dengan baik. Telah banyak ulama atau cendekiawan Islam yang peduli dengan kondisi umat Islam saat ini yang berupaya memberikan solusi atau dengan kata lain ikut berkontribusi secara pemikiran untuk berusaha menjawabnya. Salahsatunya yang mencoba untuk memberikan kontribusi secara komprehensif terhadap hal ini adalah Al-Attas, dengan penjelasan beliau berkenaan dengan konsep “ta’dib”, yang sejatinya berasal dari inti Islam itu sendiri. Apabila terminologi ta’dib ini dapat sungguh-sungguh dipahami dan digunakan dengan baik dan benar oleh umat Islam, pada gilirannya sejatinya makna ini memiliki akan berdampak luas. Terlebih lagi sesungguhnya ta’dib ini akan dapat terwujudkan secara nyata jika pandangan alam (worldview) Islam telah tertanam dari diri setiap Muslim.
Ta’dib adalah konsep pendidikan Islam yang dicetuskan oleh Syed Muhammad Naquib Al-Attas yang bertujuan menghasilkan manusia yang beradab. Bagi Al-Attas, ide ini muncul dilatarbelakangi oleh krisis ilmu yang dialami kaum muslim kontemporer. Menurut Al-Attas, tantangan terbesar yang dihadapi dunia muslim kontemporer adalah kesalahan di bidang ilmu (false of knowledge). Yang pada gilirannya hal ini mengakibatkan hilangnya adab (the loss of adab).
Ta’dib adalah sebuah konsep holistik terhadap konsep pendidikan Islam yang sangat perlu untuk dibangkitkan pada masa modern ini, yang lebih berorientasikan kepada pembentukan individu yang berakhlak karimah tanpa perlu mengesampingkan kemampuan intelektual kognitif. Konsep ta’dib adalah konsep pendidikan Islam yang komprehensif, karena aspek-aspek ilmu dan proses pencapainya mesti dicapai dengan pendekatan yang tidak dikotomis dalam melihat realitas. Bukan pula model pendidikan yang menitikberatkan pada pelatihan yang cenderung hanya menghasilkan individu pragmatis, yang hanya belajar untuk tujuan kepuasan materi. Sejatinya, pendidikan adalah proses panjang yang titik puncaknya adalah kebahagiaan akhirat. Ta’dib akan membentuk seorang yang beradab (insan adabi) mengerti tanggung jawabnya sebagai jiwa bertauhid, yang pernah mengikat janji dalam Primordial Covenant[iv] dengan Allah Swt. Atau dengan kata lain, keseluruhan aktifitas yang dilakukannya itu tidak mencerminkan pandangan hidup Islam.
Berbeda dengan konsep pendidikan Barat, menurut al-Attas, pendidikan Islam adalah proses yang akan menghasilkan individu baik, yang akan menguasai pelbagai bidang studi secara integral dan koheren yang mencerminkan pandangan hidup Islam[v]. Yang menjadikan dirinya manusia yang sempurna (insan kamil) sebagaimana dicontohkan dalam pribadi Rasulullah SAW[vi].
Konsep yang terkandung dalam ta’dib pun sesunguhnya berbeda dengan konsep yang umum dipakai untuk mendefinisikan istilah yang paling tepat untuk pendidikan Islam, seperti tarbiyah dan ta’lim. Menurut al-Attas, ta’dib bukan tarbiyah atau ta’lim. Kata “tarbiyah” tidak menunjukkan kesesuaian makna yang sejati, ia hanya berkenaan dengan aspek fisik dan sisi emosional manusia. Sedangkan ta’lim secara umum hanya terbatas pada makna pengajaran dan pendidikan di bidang kognitif. Akan tetapi konsep “ta’dib” mengandung makna yang lebih komprehensif dan integratif daripada tarbiyah.
Pada akhirya dapat disimpulkan bahwa konsep ta’dib adalah konsep pendidikan holistik yang bertujuan menghasilkan individu beradab, yang mampu melihat segala persoalan dengan teropong pandangan alam ( worldview) Islam. Konsep ta’dib adalah konsep pendidikan Islam yang komprehensif yang tidak dikotomis. Sehingga merupakan suatu keniscayaan bahwa seorang Muslim, misalnya, mampu mengintegrasikan ilmu-ilmu eksakta atau ilmu-ilmu humaniora dangan ilmu syari’ah. Pandangan alam ( worldview) Islam telah merasuk dalam dirinya sebagai parameter utama. Individu-individu yang demikian inilah yang pada suatu saat nanti mampu melahirkan kembali, sebagaimana telah terbukti dimasa lampau, kejayaan peradaban Islam yang bermartabat di dunia ini.
Catatan Akhir
[i] SMN Al-Attas, Islam dan Sekularisme, (Bandung:PIMPIN, 2010, hal. 132)
[ii] SMN Al-Attas, Islam dan Sekularisme, (Bandung:PIMPIN, 2010, hal. 131)
[iii] SMN Al-Attas, Islam dan Sekularisme, (Bandung:PIMPIN, 2010, hal. 132)
[iv] Al Quran 7:172
[v] Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib al-Attas, (Bandung:Mizan, 2003, hal. 186)
[vi] Dalam hadis Rasulullah SAW memakai kata addaba yang bermakna mendidik. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah SAW bersabda: Addabaniy Rabbiy fa ahsana ta’dibiy (HR. As-Sam’ani).
コメント